Pelatihan Pengumpulan dan Input Data Desa di Sekitar DAS Magepanda, Maumere, Nusa Tenggara Timur
Daerah Aliran Sungai (DAS) Dagesime Magepanda merupakan DAS yang melintasi berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur. DAS ini menjadi penting dikarenakan fungsinya yang digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pertanian, air minum, dan sebagainya. Pentingnya DAS Dagesime Magepanda menyebabkan banyak warga bergantung pada keberadaan sungai tersebut. Mengingat pentingnya fungsi DAS tersebut, perlu adanya upaya-upaya pengelolaan secara holistik dan sistematis mulai dari hulu hingga ke hilirnya.
Caritas Keuskupan Maumere (CKM) sebagai lembaga yang aktif bergerak di bidang kemanusian juga menaruh perhatian pada pembuatan dokumen Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS) Dagesime Magepanda. Oleh karena itu, CKM berupaya untuk mengumpulkan data-data lapang yang dapat digunakan untuk mendukung pembuatan RPDAS tersebut. Untuk mendukung kegiatan pengumpulan data tersebut, Caritas Keuskupan Maumere (CKM) bekerjasama dengan Humanitarian OpenStreetMap Team (HOT) Indonesia mengadakan rangkaian kegiatan pelatihan dalam rangka mendukung pembuatan dokumen RPDAS tersebut.
Kegiatan pelatihan ini serupa dengan kegiatan pelatihan yang pernah diselenggarakan tahun 2016 lalu. Perbedaannya terletak pada lokasi desa yang mengalami pemekaran, dimana sebelumnya hanya 6 desa menjadi 7 desa. Wilayah DAS Dagesime Magepanda meliputi ketujuh desa tersebut yang terletak di dua kecamatan, yaitu kecamatan Magepanda dan kecamatan Mego. Adapun desa-desa yang menjadi fokus pelatihan adalah Desa Magepanda, Desa Done, Desa Parabubu, Desa Kolisia B, Desa Reroroja, Desa Gera, dan Desa Liakutu.
Kegiatan pelatihan ini sendiri terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan yang berlangsung dari interval waktu 24 April hingga 4 Mei 2017. Seluruh rangkaian kegiatan pelatihan diselenggarakan di Kantor CKM di Jl. Soegiyopranoto No. 1 Kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Maumere.
Tujuan dari kegiatan pelatihan ini adalah untuk melengkapi data-data yang belum lengkap di masing-masing desa. Desa Reroroja yang merupakan desa pemekaran menjadi fokus utama untuk kegiatan pengumpulan data. Hal ini dikarenakan Desa Reroroja belum memiliki data spasial apapun disana. Disamping Desa Reroroja, ke-enam desa lainnya bertugas untuk melengkapi data-data yang belum lengkap dari program pemetaan sebelumnya. Adapun yang menjadi fokus pengambilan data lapang adalah informasi sebagai berikut:
- Fasilitas umum
- Mata air
- KK
- Penggunaan lahan
- Ancaman bencana
Pelatihan dibagi menjadi dua tahapan, pengumpulan data dan input data. Untuk pelatihan pengumpulan data berlangsung pada tanggal 24-25 April 2017, sedangkan pelatihan input data diadakan satu minggu setalah pelatihan pengumpulan data, yakni pada tanggal 1-4 Mei 2017.
Pelatihan tahap pertama diikuti oleh 2 orang perwakilan dari masing-masing desa yang mengetahui betul karakteristik dari desanya. Hal ini dikarenakan yang menjadi fokus dan tujuan utama dari pelatihan tahap pertama ini adalah terkumpulnya objek-objek penting seperti mata air dan juga bangunan-bangunan penting di setiap desa, sehingga akan lebih tepat apabila survey dilakukan oleh para warga lokal.
Pada pelatihan pengumpulan data, para peserta diajarkan bagaimana cara mengumpulkan data lapang menggunakan GPS dan form survey. Pada tanggal 24 April, para peserta mendapatkan materi pengenalan GPS. Peserta diajarkan mengenai apa itu GPS, fungsi, serta bagian-bagian dari GPS tersebut. Selain itu, peserta diajarkan bagaimana cara menggunakan GPS untuk mengumpulkan data lapangan di desa masing-masing. Selain GPS, para peserta juga dibekali kemampuan menggunakan form survey untuk mencatat informasi tambahan dari masing-masing objek yang akan disurvey. Masing-masing peserta belajar bagaimana menggabungkan GPS dan form survey pada saat pengumpulan data sehingga terkumpul data yang akurat.
Untuk memperkuat kemampuan survey pada saat kembali ke desa masing-masing para peserta diajak untuk melakukan praktik survey lapang di sekitar lokasi pelatihan. Masing-masing desa dibagikan GPS dan form survey dan ditugaskan untuk mengumpulkan data fasilitas umum dan juga survey KK. Di akhir pelatihan pada tanggal 25 April 2017, para peserta dipinjamkan GPS dan diberikan form survey sebagai bekal mereka untuk melakukan survey di masing-masing desanya. Para peserta diberikan tugas untuk mengumpulkan data lapang selama 5 hari yang nantinya wajib diberikan pada tanggal 1 Mei 2017 untuk digunakan bagi para peserta pelatihan input data.
Setelah para peserta pelatihan tahap pertama selesai mengumpulkan data, pada tanggal 1 Mei 2017 para peserta tersebut memberikan data hasil survey kepada para peserta pelatihan input data sekaligus bersamaan dengan dimulainya pelaksanaan pelatihan input data. Berbeda dengan pelatihan tahap pertama, pelatihan kali ini diikuti oleh para aparat pemerintahan dari desa setempat yang memiliki pengetahuan komputer. Hal ini dikarenakan pada pelatihan tahap kedua ini kegiatan lebih banyak berfokus di dalam kelas dan melakukan analisa hasil survey menggunakan software GIS di dalam komputer/laptop.
Pada pelatihan tahap dua ini, para peserta yang berasal dari aparat pemerintah masing-masing desa belajar bagaimana mengolah data hasil survey lapang yang telah dikumpulkan. Pertama-tama, para peserta memindahkan data dari form survey ke dalam excel. Kemudian, para peserta diajarkan bagaimana cara melakukan input data berdasarkan titik koordinat GPS ke dalam OpenStreetMap. Setelah itu, para peserta diajarkan untuk melayout peta, melakukan sombologi, dan juga membuat peta menggunakan QGIS.
Kendala yang dialami pada pelatihan kali ini adalah tidak dapat hadirnya perwakilan dari Desa Reroroja pada saat pelatihan. Hal ini menyebabkan data-data spasial di Desa Reroroja tidak dapat dipetakan secara maksimal. Sebagai solusi, para anggota dari CKM membantu untuk memetakan Desa Reroroja pada saat pelatihan berlangsung.
Secara keseluruhan, kegiatan pelatihan dapat berlangsung dengan baik. Di akhir sesi pelatihan, para peserta telah mampu memetakan, melakukan input data dan juga menghasilkan peta masing-masing desa. Desa Done, Kolisia B, dan Liakutu menjadi desa dengan hasil peta terbaik.
Di akhir kegiatan, desa-desa yang sebelumnya belum memiliki data spasial kini telah memiliki data spasial di dalam OpenStreetMap.